Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri.
Kebijaksanaan Pemerintah di bidang perdagangan dan keuangan luar negeri selama masa Repelita I berpangkal tolak pada sasaran utama pembangunan jangka panjang yaitu terciptanya landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri. Di samping itu, kebijaksanaan dutujukan pula untuk mengurangi ketergantungan pada perkembaugan moneter dan perdagangan internasional dan untuk menghadapi pengaruh yang tidak menguntungkan yang bersumber padapergolakan ekonomi dunia.
Selama periode 1969/70-1973/74, telah diambil berbagai tindakan untuk mendorong laju pembangunan dan memungkin- kan perobahan struktur ekonomi dan perdagangan luar negeri serta pemupukan cadangan devisa melalui pengembangan ekspor, pengendalian impor, dan pemanfaatan modal luar negeri.
Di bidang ekspor telah diambil langkah-langkah ke arah peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi dalam komposisi dan pasaran, peningkatan mutu dan standarisasi, pengolahan lebih lanjut dari hasil-hasil ekspor serta perbaikan dalam pola pemasaran. Untuk pengembangan barang-barang ekspor baru telah dibentuk Lembaga Pengembangan Ekspor Nasional da- lam tahun 1971 dengan tugas penelitian pemasaran produk baru serta penyediaan informasi dan bantuan kepada para eksportir dalam hal pemasaran dan pengembangan ketrampilan. Guna mendorong pertumbuhan ekspor barang-barang baru melalui fasilitas fiskal juga telahdirintis gagasan "wilayah pengolahan ekspor" dan "wilayah bebas bea masuk" di samping fasilitas "bonded warehouse". Untuk menghadapi pasaran du-nia yang semakin tajam persaingannya dan memperkuat kedudukan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir hasil pertanian, telah dijalankan berbagai usaha pemasaranbersama dalam rangka kerja sama internasional maupun regional. Demikian juga telah dimulai langkah-langkah untuk mengembangkan pasaran baru seperti Australia dan Selandia Baru, negara-negara Sosialis dan Eropa Timur, dan negaranegara di wilayah Asia khususnya ASEAN. Kebijaksanaan impor selama Repelita I ditujukan pada sasaran penyediaan barang pokok dalam rangka program stabi
lisasi harga dan penunjangan produksi dengan menjamin arus bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan. Pertumbuhan produksi dalam negeri dalam sektor-sektor industri yang diutamakan juga berarti perubahan dalam pola impor sehingga terjadi pergeseran dari impor barang jadi ke arah impor barang modal dan bahan baku. Kebijaksanaan substitusi impor ini terutama berbentuk perlindungan melalui tingkat bea masuk dan bila perlu melalui pembatasan dan pelarangan impor barang yang sudah dapat dihasilkan di dalam negeri.
Dalam kerangka kebijaksanaan perdagangan luar negeri, penyempurnaan dibidang tata-niaga ditujukan untuk mendorong produksi, mengembangkan usaha bagi produsen dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja yang baru. Bersamaan dengan itu, tindakan yang bertalian dengan penurunan biaya ekspor dan impor, pengawasan kwalitas, pelarangan ekspor dengan mutu yang rendah, penyederhanaan prosedur ekspor dan impor serta peningkatan penelitian telah banyak membantu kelancar- an pemasaran barang-barang ekspor dan impor.
Dengan dilaksanakannya kebijaksanaan Pemerintah di bidang perdagangan dan keuangan luar negeri dalam bulan April 1970 dan tindakan lainnya selama tahun 1970, maka perbedaan antara berbagai kurs transaksi dengan luar negeri dihapuskan. Kebijaksanaan yang ditempuh pada waktu itu meliputi penyatuan kurs Bonus Ekspor (BE) dan Devisa Pelengkap (DP), penghapusan Pungutan Ekspor dan Alokasi Devisa Otomatis (ADO), serta penggantiannya dengan pajak devisa sebesar 10 persen. Di lain pihak ekspor barang jadi dan hasil kerajinan rakyat dibebaskan dari pajak devisa tersebut.
Selama tahun 1971 perdagangan luar negeri Indonesia mengalami pengaruh yang tidak menguntungkan akibat kegoncang- an dalam perdagangan dan keuangan internasional. Untuk memperkuat posisi Indonesia di pasaran dunia, setelah pertengahan tahun 1971 Pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghapus berbagai beban ekspor seperti pungutan cess dan biaya survey dan menyesuaikan nilai tukar devisa dalam bulan Agustus 1971.
Akibat terus berlangsungnya krisis moneter ditambah pula dengan kenaikan harga minyak bumi dan bahan baku internasional, laju inflasi dunia berkembang dengan pesat. Keadaan ini juga mempengaruhi Indonesia sehingga tahun terakhir Repelita I ditandai oleh masalah kenaikan harga dalam negeri terutama harga-harga bahan kebutuhan hidup dan barang-barang yang diperlukan untuk kegiatan produksi. Pemerintah kemudian melaksanakan seran;gkaian kebijaksanaan di bidang ekonomi dan moneter untuk menanggulangi masalah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar